Friday, May 31, 2013

ALAM DAN PROSES PENCIPTAANNYA


Menurut kalangan Filosof

Adapun Penciptaan Alam menurut para filosof Islam :
  • Al-Farabi
Permasalahan yang muncul dalam kajian penciptaan alam ialah, apakah alam muncul langsung dari Tuhan atau tidak, kemudian apakah alam diciptakan dari tiada atau dari sesuatu yang ada. Menurut Al-Farabi, alam berasal dari Tuhan, namun melalui beberapa tahapan. Karena alam berasal dari Tuhan, maka alam diciptakan bukan dari tiada (al-maujudu minal ma’dum / creatio ex nihilio), melainkan dari suatu potensi (esensi) yang sudah ada, langsung dari Tuhan. Rumusan kedua ini tertuang dalam teori emanasi (hazriyat al-faydh)
Rumusannya :
Tuhan sebagai Akal berpikir tentang diri-Nya dan dari pemikirannya ini timbul satu wujud lain, yaitu akal pertama (first intellegence, atau wujud kedua. Akal pertama ini, karena ia berasal dari Tuhan yang esa, tanpa materi
(جوهر غير متجسم أصلا ولا مدة)
Kemudian akal pertama (wujud kedua)memikirkan Tuhan, lalu muncul akal ketiga. Akal ketiga memikirkan ketiga akal kedua, muncul akal keempat. Demikian seterusnya, sampai muncul akal yang kesepuluh. Setiap akal mempunyai wujud dan jiwanya masing-masing, sampai pada akal 10 (yang digelar sebagai an-nafs al-kull / jiwa universal). Dari akal 10 inilah terjadinya alam semesta termasuk manusia.

  • Ikhwanus Shafa
Al-farabi mengajukan teori emanasi (al-faydh), yaitu alam semesta memancar dari kesempurnaan wujud Allah. Akan tetapi bagi Ikhwanus Shafa menggunakan istilah lain yang disebut dengan “al-shudur”. Al-shudur pada prinsipnya mengetengahkan proses penciptaan alam melalui delapan tingkatan. Kedelapan fase tersebut :
-    Akal fa’al / akal kulli,Merupakan akal tertinggi, karena dia mampu berhubungan langsung dengan Allah, akal fa’al memiliki hubungan yang erat dengan Allah, disamping karena kemampuannya berhubungan dengan Allah, ia juga manifestasi dari Allah.
-    An-nafs al-kulliyah / Jiwa Universal, artinya inti dari jiwa seluruh alam semesta. Dari an-nafs al-kulliyah ini kehidupan, yaitu kehidupan tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia.
-    Al-hayula al-ula, yaitu materi pertama. Ketika jiwanya sudah tersedia, lalu muncul materi pertama, sebagai bahan dari segala alam materi. Hayula al-ula ini menjadi bahan dasar fisik dari benda-benda (ma’adin), termasuk tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia.
-    Al-thabi’ah al-fa’ilah, yaitu sifat-sifat natur yang melekat pada aflak dan unsur-unsur yang empat. Sifat natur itu seperti adanya api panas,dingin es dan lain sebagainya.
-    Jisim muthlaq, yaitu benda muthlaq yang riil sebagai perwujudan baru dari al-hayula al-ula.
-    Aflak, yaitu benda-benda angkasa yang sudah riil, sebagai perwujudan baru dari benda mutlak.
-    Al-anasir, yaitu unsur-unsur alam semesta seperti air, api, tanah dan angin.
-    Ma’adin (mineral), hayawanat (tumbuhan), insan( manusia) dan Nabatat (tumbuhan).




Menurut Kalangan Ilmuwan

Menurut sudut pandang ilmiah ada beberapa teori tentang penciptaan alam, namun di sini pemakalah hanya memaparkan 2 teori :
o Teori Keadaan Tetap dan Teori Ekspansi dan Kontraksi
Teori ini berpendapat bahwa alam semesta tidak berawal dan tidak berakhir
o Teori Big Bang
Menurut teori ini alam semesta berasal dari masa yang sangat padat sekali, karena begitu padat, reaksi inti masa tersebut meledak. Masa yang meledak tersebut berserakan, mengambang dengan cepat menjauhi pusat ledakan, sehingga terbentuklah alam semesta. Adapun isi dari alam semesta tersebut adalah materi-materi hasil ledakan tadi. Setelah berjuta-juta tahun, masa yang berserakan itu berbentuk kelompok-kelompok. Kenyataan ini yang dikemukakan teori Big Bang, sekali lagi telah dinyatakan dalam Al-Quran empat belas abad yang lalu saat manusia memiliki kemampuan terbatas tentang alam semesta :
“Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwasanya pada langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian kami pisahkan antara keduanya (QS Al Anbiyaa 30)”
Ini diartikan bahwa keseluruhan materi diciptakan melalui Big Bang atau ledakan raksasa dari satu titik tunggal dan membentuk alam semesta kini dengan cara pemisahan satu dari yang lain. Mengembangnya alam semesta adalah salah satu bukti terpenting yang ditunjukkan alam semesta yang diciptakan dari ketiadaan. Big Bang merupakan petunjuk nyata bahwa alam semesta telah diciptakan dari ketiadaan, dengan kata lain ia telah diciptakan Allah SWT.

 


Menurut Kalangan Mutakallimin
Alam adalah segala sesuatu selain Allah. Berawal (hadis) atau tidak berawal (qadîm) nya alam, tergantung dari terbatas (mutanahi) atau tidak terbatas (ghair al-mutanahi) nya bagian yang melengkapi alam. Jika bagian yang melengkapi alam sampai pada batas tertentu (had mu’ayyan), maka batas paling akhir dari bagian tersebut itulah yang dinamakan al-jawhar al-fard (atom). Dengan kata lain al-jawhar al-fard adalah batas maksimal suatu pembagian. Disini para mutakallimîn sekaligus merobohkan argumen filsuf yang berasumsi alam itu qadîm (tak berawal). Para Mutakallimin  mengatakan : jism (corpuscle) yang dalam hal ini merupakan bagian dari alam, pada prakteknya ada keterpautan antara satu dengan yang lain. Karena secara kasat mata, misalnya, gajah berbeda dengan semut. Jika tidak terbatas (ghair almutanahi) sebagaimana asumsi para filsuf, maka tidak ada bedanya antara gajah dan semut. Padahal komponen yang tersusun dalam tubuh keduanya berbeda. Dan hal tersebut mustahil.
Jika sudah terbukti bahwa alam (segala sesuatu selain Allah) hadis (berawal), maka sebuah keniscayaan membutuhkan pada muhdis (pencipta). Karena hadis tarjih al-wujud ‘ala al-’adam. Dalam arti, “wujud”nya alam karena mengalahkan kemungkinan “tidak ada”(‘adam). Sehingga mengharuskan ada kekuatan dari luar yang menjadikan alam tersebut ada dengan mengalahkan kemungkinan “tidak ada”. Sebagaimana seorang penulis bisa menjadikan ada dan tidak adanya sebuah tulisan. Adanya keinginan (menjadikan atau tidaknya sesuatu) tersebut itulah yang dalam istilah ilmu kalam dinamakan al-iradah




PENGERTIAN KONSERVASI


Konservasi adalah upaya pelestarian lingkungan, tetapi tetap memperhatikan, manfaat yang dapat di peroleh pada saat itu dengan tetap mempertahankan keberadaan setiap komponen lingkungan untuk pemanfaatan masa depan.
Namun menurut Adishakti (2007) istilah konservasi yang biasa digunakan para arsitek mengacu pada Piagam dari International Council of Monuments and Site (ICOMOS) tahun 1981, yaitu Charter for the Conservation of Places of Cultural Significance, Burra, Australia, yang lebih dikenal dengan Burra Charter.
Disini dinyatakan bahwa konsep konservasi adalah semua kegiatan pelestarian sesuai dengan kesepakatan yang telah dirumuskan dalam piagam tersebut. Konservasi adalah konsep proses pengelolaan suatu tempat atau ruang atau obyek agar makna kultural yang terkandung di dalamnya terpelihara dengan baik. Kegiatan konservasi meliputi seluruh kegiatan pemeliharaan sesuai dengan kondisi dan situasi lokal maupun upaya pengembangan untuk pemanfaatan lebih lanjut.
Suatu program konservasi sedapat mungkin tidak hanya dipertahankan keasliannya dan perawatannya namun tidak mendatangkan nilai ekonomi atau manfaat lain bagi pemilik atau masyarakat luas. Dalam hal ini peran arsitek sangat penting dalam menentukan fungsi yang sesuai karena tidak semua fungsi dapat dimasukkan. Kegiatan yang dilakukan ini membutuhkan upaya lintas sektoral, multi dimensi dan disiplin, serta berkelanjutan.
Tujuan dari kegiatan konservasi, antara lain :
a. Memelihara dan melindungi tempat-tempat yang indah dan berharga, agar tidak hancur atau berubah sampai batas-batas yang wajar.
b. Menekankan pada penggunaan kembali bangunan lama, agar tidak terlantar. Apakah dengan menghidupkan kembali fungsi lama, ataukah dengan mengubah fungsi bangunan lama dengan fungsi baru yang dibutuhkan.
c. Melindungi benda-benda cagar budaya yang dilakukan secara langsung dengan cara membersihkan, memelihara, memperbaiki, baik secara fisik maupun khemis secara langsung dari pengaruh berbagai faktor lingkungan yang merusak.
d. Melindungi benda-benda (dalam hal ini benda-benda peninggalan sejarah dan purbakala) dari kerusakan yang diakibatkan oleh alam, kimiawi dan mikro organisme.
Sumber
http://www.bandungheritage.org/index.php?option=com_content&view=article&id=35%3Adefinisipengertian-dalam-pelestarian-bangunanlingkungan-&catid=1%3Alatest&Itemid=1

DEFINISI TENTANG KONSERVASI LINGKUNGAN

Konservasi berasal dari kata conservation yang terdiri atas kata con (together) dan servare (keep/save) yang memiliki pengertian mengenai upaya memelihara apa yang kita punya (keep/save what you have), namun secara bijaksana (wise use). Ide konservasi ini dikemukakan oleh Theodore Roosevelt yang merupakan orang Amerika pertama yang mengemukakan tentang konsep konservasi. Konservasi dalam pengertian sekarang sering diterjemahkan sebagai the wise use of nature resource (pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana) (Utami, 2008).
Secara harfiah makna konservasi (conservation) yang terkait dengan sumber daya alam diartikan sebagai: “the preservation, management, ancare of natural and cultural resources” (pelestarian pengelolaan, dan perawatan sumber-sumber daya alam dan kultural). Ian Campbell (1972), disisi lainnya mendefinisikan konservasi dengan tiga makna, yakni: pertama, preservasi (preservation) atau pelestarian sumber daya alam, kedua, pemanfaatan sumber daya alam dengan penggunaan secara nalar (intellect utilization), dan ketiga, penggunaan sumberdaya alam secara bijak (wise use).
Dalam kamus konservasi sumber daya alam disebutkan konservasi (concervation) adalah upaya pengelolaan sumber daya alam secara bijaksana dengan berpedoman kepada azas pelestarian (Dewobroto, 1995). Konservasi juga diartikan pelestarian, yaitu pengelolaan terencana sumber daya alam sehingga terjadi berkelanjutan serta keseimbangan alami antara keanekaragaman dan proses perubahan evolusi dalam suatu lingkungan (Rivai, 2004).
Untuk memperluas pandangan terhadap pengertian konservasi, para ahli berbeda-beda dalam mendefinisikannya, diantara definisi konservasi diantaranya: Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, konservasi adalah pemeliharaan dan perlindungan sesuatu secara teratur untuk mencegah kerusakan dan kemusnahan dengan jalan mengawetkan (Depdiknas, 2001). Sementara itu, Utami (2008) mengutip beberapa definisi para ahli lingkungan sebagai berikut:
  1. American Dictionary mendefinisikan konservasi adalah menggunakan sumber daya alam untuk memenuhi keperluan manusia dalam jumlah yang besar dalam waktu yang lama.
  2. Menurut Randall mendefinisikan konservasi adalah alokasi sumber daya alam antar waktu (generasi) yang optimal secara sosial.
  3. Rijksen mendefinisikan konservasi merupakan suatu bentuk evolusi kultural di mana pada saat dulu, upaya konservasi lebih buruk daripada saat sekarang.
  4. IUCN mendefinisikan konservasi merupakan manajemen udara, air, tanah, mineral ke organisme hidup termasuk manusia sehingga dapat dicapai kualitas kehidupan manusia yang meningkat termasuk dalam kegiatan manajemen adalah survai, penelitian, administrasi, preservasi, pendidikan, pemanfaatan dan latihan.
  5. WCS mendefinisikan konservasi adalah manajemen penggunaan biosfer oleh manusia sehingga dapat memberikan atau memenuhi keuntungan yang besar dan dapat diperbaharui untuk generasi-generasi yang akan dating.
  6. Piagam Burra mendefinisikan konservasi adalah segenap proses pengelolaan suatu tempat agar makna cultural yang dikandungnya terpelihara dengan baik.
  7. Peter Salim dan Yenny Salim mendefinisikan konservasi adalah pemeliharaan dan perlindungan terhadap sesuatu yang dilakukan secara teratur untuk mencegah kerusakan dan kemusnahan dengan cara pengawetan.
Dalam arti luas, konservasi adalah pemakaian dan perlindungan sumber daya-sumber daya alam secara berkelanjutan meliputi tanaman (hutan), binatang, deposit-deposit mineral, tanah, air bersih, dan bahan bakar fosil seperti batu bara, petroleum, dan gas-gas alam (natural gas) (Abdullah, 2010). Konservasi dari segi ekonomi dan ekologi di mana konservasi dari segi ekonomi berarti mencoba mengalokasikan sumberdaya alam untuk sekarang, sedangkan dari segi ekologi, konservasi merupakan alokasi sumberdaya alam untuk sekarang dan masa yang akan datang (Utami, 2008). Dapat dikatakan pula konservasi Alam adalah suatu manajemen terhadap alam dan lingkungan secara bijaksana untuk melindungi tanaman dan binatang. Menurut Mudhofir Abdullah (2010), konservasi sumber daya alam merupakan langkah nyata advokasi untuk menanggulangi krisis lingkungan. Jadi konservasi adalah pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam secara alami secara berkelanjutan dan teratur baik sumber daya hayati dan non hayati dengan melindungi proses-proses ekologis dalam sistem penyangga kehidupan dan juga pengawetan keanekaragaman hayati.
Konservasi lingkungan tidak bisa terlepas dengan pembangunan berkelanjutan. Prinsip-prinsip serta alat perencana dalam pembangunan berkelanjutan (sustainable development) telah tertuang dalam UU No. 4 tahun 1982 dan PP No. 51 tahun 1993 tentang AMDAL. Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang berusaha memahami kebutuhan dan aspirasi generasi saat ini tanpa mengorbankan kepentingan generasi-generasi yang akan datang. Pembangunan berkelanjutan di Indonesia dilakukan dengan prinsip-prinsip (Neolaka, 2008):
  1. Menempatkan aspek lingkungan sedini mungkin pada saat ada pembangunan
  2. Pada setiap tahap pembangunan ligkungan menjadi pertimbangan utama
  3. Menerapkan konsep efisiensi dan konservasi dalam penggunaan sumber daya alam.
Karena itu kesadaran lingkungan menjadi makin penting dan pendidikan kependudukan dan lingkungan bagi setiap orang baik nasional maupun internasional justru menjadi mutlak karena manusia dan lingkungan itu merupakan dua unsur pokok yang saling menentukan, dalam arti manusia hidup dari lingkungan dan jika lingkungan rusak maka manusia yang celaka.
Yang belum tampak dalam masyarakat adalah bagaimana membuat pendidikan konservasi lingkungan menjadi satu kebutuhan dan menjadi jembatan untuk sadar lingkungan pelaksanaan aktivitas lingkungan. Masalah lingkungan hidup dan manusia pada hakikatnya merupakan masalah yang erat hubungannya dengan sistem nilai, adat istiadat, sistem sosial, dan agama dalam mengendalikan pengelolaan lingkungan hidup dan pertumbuhan penduduk. Oleh karena itu pula maka cara mengatasi masalah manusia dan lingkungan hidup tidak hanya dengan melakukan usaha-usaha yang bersifat teknis, tetapi harus didukung dengan upaya yang bersifat educatif dan persuasif (Neolaka, 2008).
Upaya yang dimaksud adalah melaksanakan Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) yaitu suatu program pendidikan yang membina anak-anak/peserta didik memiliki: pengertian, kesadaran, sikap, dan prilaku kependudukan dan lingkungan hidup secara benar sesuai norma-norma atau etika lingkungan. Pedidikan lingkungan dilaksanakan melalui pendidikan sekolah atau luar sekolah, untuk semua jalur pendidikan, jenjang pendidikan dari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi. Dalam pelaksanaan pendidikan lingkungan yang menjadi pokok bahasan utama yang perlu diajarkan adalah kesadara lingkungan. Sehingga diperlukan sebuah pendidikan konservasi lingkungan untuk membangun sebuah kesadaran peserta didik. Pendidikan konservasi adalah upaya secara sadar dan berencana, melalui pendidikan formal dan non formal untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bidang konservasi alam terutama kesadaran pada pengunjung kawasan konservasi (Dewobroto, 1995).
Pendidikan konservasi adalah upaya secara sadar dan berencana, melalui pendidikan formal maupun non formall untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bidang konservasi alam, terutama kesadaran pada pengunjung kawasan konservasi(Dewobroto, 1995). Jadi pendidikan konservasi adalah Suatu usaha sadar yang dilakukan berulang-ulang/terus menerus yang bertujuan supaya masyarakat memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap konservasi sumberdaya alam dan segala permasalahannya yang memiliki pengetahuan, sikap, keahlian, motivasi dan komitmen untuk ikut memecahkan masalah konservasi.
SEKIAN
SEMOGA BERMANFAAT

Arti Konservasi Lingkungan Hidup

Konservasi adalah upaya pelestarian lingkungan, tetapi tetap memperhatikan, manfaat yang dapat di peroleh pada saat itu dengan tetap mempertahankan keberadaan setiap komponen lingkungan untuk pemanfaatan, masa depan.
Menurut UU No. 4 Thn 1982, konservasi sumber daya alam adalah pengelolah sumber daya alam yang menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan bagi sumber daya terbarui menjamin kesinambungan untuk persediannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragaman.

Tujuan Pengelolaan Lingkungan Hidup   
1. Tercapainya keselarasan hubungan antara manusia dengan lingkungan. Hidup sebagai tujuan membangun manusia Indonesia seutuhnya.
2. Terkendalinya pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana.
3. Terwujudnya manusia indonesian dengan pembina lingkungan hidup.
4. Terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan mendatang, dan
5. Terlinduginya negara terhadap dampak kegiatan di luar wilayah negara yang meyebabkan kerusakan dan pencemaran lingkungan.
Sasaran pengelolaan lingkungan hidup
 
1. Tercapainya keselarasan, keserasian, keseimbangan, antara manusia dan lingkungan hidup,
2. Terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki sikap dan tindak melindungi dan membina lingkungan hidup,
3. Terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan,
4. Tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup,
5. Terkendalinya pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana, dan
6. Terlindunginya wilayah NKRI terhadap dampak usaha dan/atau kegiatan di luar wilayah negara yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.

Friday, May 17, 2013

PERKATAAN ALAM PADA MANUSIA





Aku adalah alam wadah dan makhluk sama seperti manusia dan makhluk lainnya. Profesi dan Statuskulah yang membuat aku berbeda dengan yang lainnya namun bukan berarti aku tidak bisa melihat, berbicara dan merasakan. Kalaulah manusia ini tau bahwa keberadaanku sudah sangat renta dan lemah sebab aku sudah terlalu lama berada diantara gugusan alam semesta demi,untuk menjalankan profesiku yang sudah menjadi tugas dan tanggung jawabku. Kalaulah manusia bisa merasakan seperti yang aku rasakan betapa berat dan tak berdayanya aku di saat aku di hadapkan dengan kepentingan-kepentingan manusia yang tidak mempertimbangkan, aku juga punya kepentingan, aku juga punya hak, aku juga bisa mengutamakan hak dan kepentinganku sendiri sebagai alam tanpa harus mempertimbangkan keberadaan makhluk lainnya, namun itu tidak bisa aku lakukan sebab aku sudah berjanji pada kodratku sendiri dan kepada Dia yang telah menghadirkanku. “Jika aku melakukan sesuatu perubahan pada kodratku sebagai alam, maka aku juga harus mempertimbangkan keberadaan manusia dan makhluk lainnya”.  Pernahkah manusia menyadari keberadaannya sangat tergantung denganku, namun keberadaanku takkan terpengaruh tanpa adanya manusia”. Dulupun aku berada tanpa adanya manusia di sisiku aku tetap alam dan aku senantiasa berjalan sesuai kodratku. Namun akhirnya Dia yang telah mengadakanku lebih memilih aku berjalan dengan manusia dan makhluk lainnya yang hingga sampai saat ini masih berada dalam wilayahku. Betapa sedikitnya manusia yang bisa dan masih peduli dengan keberadaanku tanpa pernah di sadarinya betapa tergantungnya manusia denganku. Mengapa manusia tidak bisa menggunakan kelebihannya untuk sedikit saja peduli denganku dan makhluk lainnya, seperti aku peduli dengan keberadaannya dan keberadaan makhluk lainnya, yang senantiasa menggunakan dan memanfaatkan keberadaanku demi kepentingannya. Terkadang aku bertanya dan merasa heran melihat keberadaan manusia, mengapa mudah sekali berubah dan mengabaikan keberadaannya sendiri sebagai manusia, yang memiliki kelebihan di mana kelebihan itu takkan pernah aku miliki, dan aku tidak merasa iri dengan kelebihan itu, bahkan itu aku jadikan sebuah nilai untuk menghargai manusia sebagai makhluk yang memiliki kelebihannya sendiri. Dari dulu hingga sampai saat ini manusia hanya mampu melihatku dari sikap dan dari tindakanku. Namun hanya sedikit manusia yang bisa mendengarkan kata-kataku dan merasakan kehadiranku di tengah-tengah peradaban kehidupannya. Takkan ada satu manusiapun yang mampu menghitung dengan benar berapa lama sudah keberadaanku sebagai alam yang hingga sampai saat ini masih menjadi misteri bagi semua manusia. Namun aku takkan berhenti dari aktifitasku sebagai salah satu penyambung kehidupan alam jagat raya yang luas nan membentang aku tetap menjalankan porsi dan proporsiku tanpa harus meronta dan menyesali kodratku sebagai alam, sebab dengan meronta dan rasa sesal hanya akan menambah derita dan beban pada diriku yang memang berat dan bobot bebanku takkan ada yang mampu memikul dan menggantikannya selain aku. Perkataanku yang terakhir. “ Aku harap munusia juga bisa belajar dariku dalam menyikapi dan menjalani kodratnya sebagai manusia.

ADA ETIKA BERADA DALAM RIMBA


Kegiatan seorang pecinta alam tidak terpisahkan dari lingkungan karena sebagian besar atau bahkan seluruh kegiatan pecinta alam berkaitan dengan lingkungan baik itu lingkungan hutan, gunung, gua, sungai, tebing dan lain-lain. Kegiatan tersebut merupakan wujud kedekatan seseorang dengan alam yang dicintainya.

Kegiatan kepecintaalaman tersebut pada masa sekarang ini merupakan suatu kegiatan yang cukup populer sehingga banyak orang yang ikut serta dan turut menggemarinya. Akan tetapi sekedar gemar saja tidak cukup. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kejadian semakin rusaknya alam akibat dari kegiatan yang mengatasnamakan kecintaannya terhadap alam dan juga terjadinya peristiwa-peristiwa kecelakaan pada saat kegiatan tersebut dilaksanakan, seperti misalnya pendakian gunung, penelusuran gua, arung jeram, panjat tebing dan lain-lain.

Kecelakaan ini bukanlah disebabkan alam yang kejam dan tidak terkuasai, tetapi lebih banyak tergantung pada para pecinta alam itu sendiri.

Demikianlah, kecintaalam tidak hanya menuntut minat dan semangat, namun juga yang terpenting adalah pengetahuan tentang alam dan lingkungannya, keter yang berupa perjalanan alam bebas atau ekspedisi tersebut, seorang pecinta alam harus membekali diri. Bekal tersebut berupa :

1. Mental. Seorang pecinta alam harus tabah menghadapi berbagai kesulitan di alam terbuka tidak mudah putus asa, dan berani. Berani dalam arti sanggup menghadapi berbagai kesulitan dan tantangan kemudian mengatasinya dengan cara bijaksana dan benar mengakui keterbatasan kemampuan yang dimilikinya.

2. Teknik hidup alam bebas. Meliputi tali temali, PPPK, Metoda komunikasi, perkemahan dan bivak, Navigasi Darat, Survival, Mountaineering, Penelusuran Gua, Penelusuran Sungai dan SAR.

3. Fisik yang memadai. Karena kegiatan kepecintaalaman termasuk olahraga yang cukup berat dan seringkali tergantung kepada kemampuan fisik, maka setiap pecinta alam harus memiliki kemampuan fisik yang cukup kuat untuk menghadapi dan melaksanakan setiap kegiatan tersebut.

4. Etika. Seorang pecinta alam adalah bagian dari masyarakat yang memiliki kaidah-kaidah dan hukum-hukum yang berlaku. Dalam setiap tindakan, seorang pecinta alam diharapkan menghargai kaidah, hukum dan norma masyarakat itu. Demikian sehingga terdapat kode etik pecinta alam yang akan memberikan pedoman sikap pecinta alam.

5. Kesadaran konservasi. Dengan memiliki bekal ini, seorang pecinta alam seharusnya sadar bahwa alam bukan hanya untuk dimanfaatkan demi kepentingan pribadi. Tetapi lebih dari itu, dia dituntut untuk mengutamakan perlindungan dan pelestariannya.

Etika Berkelana di Rimba Raya

Lokasi rimba raya yang menjadi sasaran kegiatan berkelana biasanya jauh dari tempat pemukiman. Rimba raya di Indonesia terwujud dalam berbagai bentuk ekosistem. Diantaranya adalah ekosistem hutan pegunungan, hutan berbukit-bukit, hutan dataran rendah, hutan savana, hutan pantai dan hutan tanah gambut. Sebaiknya kita tidak melakanakan perjalanan tanpa tujuan yang jelas dan persiapan perencanaan yang memadai. Agar rencana perjalanan berjalan dengan lancar, selamat dan sukses, terlebih dahulu harus diketahui hal-hal yang boleh dilakukan, hal-hal yang tidak boleh dilakukan, kemungkinan yang akan dihadapi, tindakan pada waktu tersesat, perlengkapan yang harus dibawa dan lain-lain.

Pengelana yang bertanggung jawab tidak akan melakukan :

· Menyalakan api secara tidak dikendalikan yang dapat menyebabkan kebakaran hutan

· Merusak tanda-tanda di lapangan, baik tanda-tanda lalu lintas, tanda larangan dan penjelasan tentang obyek-obyek

· Tidak merusak sarana dan prasarana wisata yang ada

· Tidak mengganggu unsur-unsur habitat dan satwa khas yang ada

· Tidak melakukan keisengan-keisengan yang dapat menyusahkan/mencelakakan orang lain (memasang petasan, jebakan dan lain-lain)

· Tidak membuat corat-coret pada pohon-pohon dan batu-batuan

· Menjauhkan diri dari perkataan dan perbuatan yang kurang terpuji (menurut norma agama dan adat istiadat)

· Tidak membuang sampah sembarangan, sedapat mungkin dibawa pulang

· Tidak melakukan perburuan satwa, apalagi yang dilindungi

· Tidak merusak tumbuhan dan batuan dengan coretan cat atau menorehnya dengan pisau

· Kurangi sedapat mungkin penebangan/pemotongan pohon dan belukar

· Pada keadaan darurat (tersesat, kecelakaan, perbekalan habis, dan lain-lain) jangan panik. Lakukan prosedur-prosedur yang diperlukan dan cari pertolongan secepatnya

Etika dalam Mendaki Gunung

Ketika anda memutuskan untuk melakukan perjalanan menuju sebuah gunung, tentu anda seharusnya mempersiapkan segala sesuatunya secara matang, baik personil, logistik, perlengkapan maupun pengetahuan medan.

Ketika anda merencanakan untuk menaiki sebuah gunung yang cukup sulit, tentu anda juga akan menyiapkan tim yang ideal dan solid menurut anda, dan anda tahu betul kemampuannya. Perbekalan dan peralatan yang cukup juga situasi medan dan route yang akan anda lalui, kemudian anda siap untuk melakukan perjalanan.

Bahaya tentu saja akan selalu ada baik itu dari anda dan tim anda yang menyangkut kesiapan perlengkapan dan peralatan tim maupun pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki tim dalam melakukan perjalanan. Bahaya dari luar akan selalu ada, tergantung kesiapan tim dan kesolidan tim dalam menghadapinya.

Mental akan sangat berpengaruh dalam perjalanan anda. Sejauh mana kemampuan leader dalam memimpin tim dan respect tim terhadap leader dengan segala keputusannya. Bagaimana sesama anggota tim saling mendukung dan membantu satu sama lain.

Demi keselamatan pengunjung dan kelestarian alam, pendaki hendaknya mematuhi kewajiban sebagai berikut :

1. Sebelum melakukan pendakian, calon pendaki diwajibkan melapor ke pos jaga terkahir, untuk dilihat apakah persyaratan pendakian telah dipenuhi atau belum

2. Pendaki juga diwajibkan melapor ke perangkat desa (terakhir) di rute perjalanan

3. Setelah pendakian, pendaki diwajibkan lapor ke pemberi ijin, untuk memastikan ada tidaknya pendaki yang telambat turun

4. Pendaki diwajibkan memperhatikan kebiasaan dan adat istiadat setempat (pakaian, hal-hal yang ditabukan dan lain-lain)

5. Bila terjadi musibah agar segera ke pos kehutanan dan atau aparat pemerintah setempat

6. Yakinkan bahwa bekas api unggun telah benar-benar padam sebelum ditinggalkan

7. Pendaki agar mempunyai asuransi kecelakaan diri

8. Larangan

Untuk berhasilnya suatu pendakian, agar diperhatikan larangan-larangan sebagai berikut:

· Dilarang keras membawa obor sebagai alat penerangan (pada pendakian malam hari), agar tercegah kebakaran. Sebagai gantinya dapat digunakan senter

· Dilarang membuang benda yang mengandung api (misalnya puntung rokok) selama pendakian

· Dilarang mempergunakan kayu untuk keperluan apapun (api unggun, masak, tongkat)

· Dilarang mengambil tumbuhan dan binatang, telur atau sarang apapun, terutama bila gunung yang didaki termasuk kawasan konservasi (cagar alam, taman nasional)

· Dilarang membuat kegaduhan (berbicara keras, membunyikan alat musik) yang dapat mengganggu kehidupan satwa dan pendaki lain

· Dilarang membuang sampah apapun (kertas, plastik, kaleng). Benda-benda tersebut harus diangkut kembali ke bawah

· Dilarang mencemari lingkungan, termasuk mencoret-coret batu, kulit/akar/daun pohon

· Dilarang melakukan tindakan apapun yang dapat mengganggu keaslian alam.

MARI BERSUKA RIMBA DENGAN GUNUNG

Persiapan untuk suatu perjalanan

Salah satu persiapan umum untuk mendaki gunung adalah melakukan latihan rutin, merangsang hati dan peredaran darah lebih berfungsi sehingga menghasilkan otot yang lebih kuat. latihan terbaik meliputi : perjalanan jauh (minimal 3 - 4 jam); bersepeda, berenang, perjalanan dalam hutan, jogging, latihan keliling (circuit training) berjalan melalui tangga dengan langkah cepat.

Untuk persiapan ke pegunungan yang tinggi kita harus melakukan latihan di lapangan yang tidak rata untuk melatih otot betis, lutut dan mata kaki.latihan di lapangan yang tidak rata juga menumbuhkan perasaan aman.

Selain fisik dan ketrampilan, mendaki gunung juga menuntut stabilitas kejiwaan dan kemampuan konsentrasi yang baik.seorang pendaki gunung harus melatih kesabaran dan memahami kemampuan dirinya.

Hal-hal penting dalam melakuakan perjalanan ke gunung adalah :

  1. Rencana perjalanan dan perhitungan waktu yang di butuhkan. Rencana ini meliputi pengetahuan tentang daerah yang akan di datangi, pahami dengan teliti peta dan petunjuk, persiapan juga termasuk untuk kondisi-kondisi yang tidak menentu misalnya kondisi kesehatan, udara dan cuaca, maka akan sangat baik kita mengumpulkan data dan keterangan kepada orang-orang yang telah pengalaman di daerah tersebut. perhitungan waktu yang tepat juga menjadi faktor yang sangat penting dalam melakukan pendakian gunung, perhitungan idealnya adalah : untuk jarak horizontal sejauh 4 km di tempuh dalam waktu 1 jam, tetapi dalam medan pendakian dalam 1 jam seseorang dapat mendaki kira-kira 400 m dan dapat turun sejauh 600 - 700 m, maka untuk medan yang memang benar-benar baru kita datangi perhitungan waktu menjadi sangat penting karena berkaitan erat dengan jumlah konsumsi dan kesehatan. dengarkan petunjuk dari orang-orang lokal karena bagaimanapun mereka lebih mengenal wilayahnya daripada kita, persiapkan peralatan dengan matang baik itu jenis, jumlah dan fungsi, periksa kembali sebelum berangkat untuk menghindari hal-halyang tidak di inginkan.
  2. Makanan. Sesuai dengan waktu dan jarak tempuh perjalanan, seorang pendaki gunung setiap hari menghabiskan 4000 sampai 6000 kalori, 60% karbohidrat, 20% lemak dan 20% putih telur. sebaiknya seorang pendaki membawa makanan yang di perlukan saja, makanan kering dan buah-buahan. Apabila kita akan berpergian sendiri maka sebelum berangkat kita harus makan roti atau nasi dengan lauknya dengan tambahan konsumsi madu dan minum teh atau kopi. apabila sedang berhenti di perjalanan akan sangat baik kalau kita makan dan minum sedikit untuk memperkuat tenaga. asupan minum juga harus cukup, anggapan bahwa dalam perjalanan minum hanya sedikit adalah tidak benar, minumlah yang banyak tetapi sedikit demi sedikit, apabila kurang minum maka harus di ganti dengan makanan lain untuk menambah tenaga.
  3. Aklimatisasi (penyesuaian diri dengan udara sekitar). Setiap makhluk hidup mempunyai waktu tertentu untuk menyesuaikan diri dengan jumlah zat asam dalam daerah yang lebih tinggi. waktu yang di butuhkan untuk penyesuaian diri dengan udara setiap orang berbeda. orang yang sehat dan terlatih yang biasa hidup pada ketinggian kira-kira 500 mdpl memerlukan 2-3 hari sebelum bisa merasa senang pada ketinggian 2000 - 2500 mdpl. untuk hidupdi ketinggian 2500-3000mdpl, orang harus melakukan aklimatisasi antara 3-5 hari. apabila akan melakukan perjalanan di atas 4000mdpl sebelumnya harus mengalami perjalanan dulu selama 1 minggu di atas 2000 m. Semakin tinggi tempat maka akan semakin tinggi juga resiko yang akan di hadapi, kesiapan fisik, mental dan sarana pendukung akan menjadi sangat berpengaruh, sikap tenang adalah yang terbaik yang harus kita camkan! Seseorang  dapat mengalami sakit jika berada di ketinggian  mulai 3000mdpl, dari yang ringan seperti pusing kepala, jantung berdebar, mau muntah, sesak nafas  sampai kepada yang sangat berbahaya yaitu  penimbunan air dalam paru-paru, tandanya adalah batuk-batuk yang menimbulkan suara dari tenggorokan dan muntah-muntah berlendir hingga merasa sulit bernafas, apabila gejala itu timbul maka satu-satunya cara adalah secepatnya kembali ke tempat yang lebih rendah sampai merasa lebih nyaman

SEJARAH SINGKAT PENCINTA ALAM DI SULAWESI-SELATAN




Sejarah pencinta alam Kota Makassar,

ataupun Sulawesi Selatan diawali dengan terbentuknya Mountain Climber Association – Libra Double Cross (LDC) Makassar yang berdiri pada tanggal 10 Oktober 1969 [milad ke-41 bertepatan tanggal 10-10-2010 di Pantai Akkarena Tanjung Bunga]. Pendirinya antara lain Alm. Azis Longgari (L. 001), Rudy Muchtady (L. 005), Muchtar Freddy, Papas, Makmur dll. Berselang beberapa waktu, mulailah bermunculan Club-Club pendaki gunung lainnya seperti Gembel (Syahrul YL), Antariksa (Ilham A. Sirajuddin), Pathandos, Black Cats, dan Egos.

Kegiatan pendakian gunung yang mereka lakukan masih di sekitaran Sulawesi, seperti di Bawakaraeng, Lompobattang, Bulusaraung, dan Latimojong. Pemberian Kartu Anggota bagi peminat yang ingin masuk di klub-klub tersebut harus diserah-terimakan di puncak gunung-gunung tersebut. Sesuai dengan informasi via internet dari Arifin Rauf (GM Istimewa PAL-FAHUT UNHAS) dan Rahmat Zainuddin (pendiri Kalpataru Smansa) basecamp pendaki pertama-tama di jalur Gunung Bawakaraeng adalah sebuah rumah di Kampung Beru yang dijadikan tempat melapor jika hendak naik ke Bawakaraeng. Jalur Lembanna dibuka oleh LDC, karena sebelumnya penduduk naik lewat Lombasang. Perjalanan ke Bawakaraeng dulu tidak semudah sekarang. Dulu di era `60 sampai awal 70-an, Bawakaraeng bisa ditempuh berhari-hari karena hutannya yang lebat yang dapat membuat orang tersesat, ditambah lagi kita harus sudah mulai trekking dari Kota Malino, sebab belum ada kendaraan yang sampai ke Kampung Beru. Sekitar tahun 1976, mulai terjadi perpindahan sebagian penduduk Kampung Beru dan Bulu’ Ba’lea ke sebuah kawasan perkebunan sayur di sebelah barat daya, yang kemudian di sebut Lembanna [sekitar tahun 2005, kawasan ini diklaim oleh oknum TNI sebagai miliknya namun mentah di pengadilan]. Perpindahan ini menyebabkan berpindahnya pula basecamp pendakian dari Kampung Beru ke Kampung Lembanna hingga saat ini.

Klub-Klub tahun 70-an, selain melakukan kegiatan mendaki gunung, juga melakukan berbagai aktifitas lain. Otomotif, band dan olahraga adalah salah satunya. Tak jarang juga mereka long-march melintasi propinsi, seperti dikutip di TEMPO ONLINE bertanggal 17 Februari 1973:

….Bila masa liburan tiba, remaja-remaja ini ramai-ramai berlomba jalan jauh atau mendaki gunung. Dalam surat keterangan yang diberikan disebutkan, dilarang minta bantuan, kecuali kalau memang terpaksa sekali. Kalau ada keluhan dari sementara daerah yang mereka lewati, itu kesalahan para pejabat sendiri, kenapa mau memberi bantuan. Sampai kini sudah ada 11 club jalankaki jarak jauh ke Menado dari Ujung Pandang, melewati hutan belukar dan berkenalan dengan suku-suku terasing di Sulawesi Tengah. Jarak yang cukup jauh bagi pejalan kaki, mereka tempuh dalam 2 bulan. Kini ada di antara mereka yang masih dalam perjalanan….

Pada Mei 1972, sudah terbentuk Badan Kerja Sama Club-club Antar Remaja Pencinta Alam se-Ujung Pandang, dengan anggota 2000 orang yang berumur rata-rata 15-25 tahun. Semula hanya 36 club bergabung. Akhir tahun 1972 menjadi 164. Dan mungkin karena bosan, jumlah ini menyusut tinggal separo pada awal 1973. Badan Kerja Sama dibentuk dengan susunan kepengurusan: Ketua Umum, AKBP Andi Amdurrachman (Komandan Kepolisian Kota Besar Ujung Pandang); Ketua Pelaksana, Kompol Drs Arief Wangsa; serta Ketua I Azis Longgari. Kepengurusan dipimpin oleh polisi-polisi karena Club-club tidak mau dipimpin anggota club lain, karena mereka bersaing satu sama lain.[Tempo Online.17 Feb.1973]


Cikal Bakal Pendakian Gunung di Jawa.

Kegiatan mendaki gunung di Jawa sebagai kegiatan pemuda, sudah dimulai sejak tahun 50-60an, ditandai dengan terbentuknya Perhimpoenan Petjinta Alam (1953) di Jogja [artikel Norman Edwin, Majalah Mutiara 20 Juni-3 Juli 1984], Ikatan Pentjinta Keindahan Alam – Indrakila (1955) di Malang, serta yang fenomenal adalah terbentuknya Wanadri di Bandung serta Mapala Pradnya Paramitha di Jakarta (cikal bakal Mapala UI) tahun 1964. Pendakian Gunung Semeru, Slamet, Gede-Pangrango dan lain-lain mulai ramai oleh klub-klub pendaki tersebut. Bahkan, mereka cenderung berlomba-lomba menaklukkan puncak-puncak gunung.

Agustus 1967, Mapala Pradnya Paramitha UI dibawah pimpinan Soe Hok Gie mencapai puncak Gn Slamet (3422 mdpl). Padahal sebelumnya Junghunh (ahli biologi kebangsaan Belanda) mendaki dengan tangan merangkak ke puncaknya, dan Wanadri ditemani rombongan RPKAD yang mendaki dari lereng selatan, membutuhkan waktu 11 jam tanpa henti. [Zaman Peralihan.2005-So Hok Gie & Kompas 14,15,16,18 sep 1967].

Tahun 1970, Top Mountain Stranger – 7 (TMS-7) Malang melalui Karangploso, lebih dulu mencapai puncak Gn Arjuno dari pada Young Pioneers Mountain Climber – Malang yang naik dari Sumberbrantas Cangar. Persaingan-persaingan seperti ini sangat keras di kalangan Club Pendaki Gunung di era 60-70an walaupun persaudaraan tetap erat. [Bersama Alam Kami Berhimpun-YEPE.2009 hal. 144]

Kecelakaan pertama di dunia pendakian gunung di Jawa, dialami oleh Soe Hok Gie dan Idhan Lubis (Mapala UI) pada Desember 1969 di Puncak Mahameru, diikuti oleh Soebijanto dan Tony Wahyu (Young Pioneer Malang) pada Februari 1972 di Gunung Ayek-Ayek yang masih di dalam lokasi Pegunungan Semeru. [Bersama Alam Kami Berhimpun-YEPE.2009]


Gladian Nasional – Wanadri.

Februari 1970 tepatnya tanggal 25 – 29, Wanadri menyelenggarakan GLADIAN yang bertujuan meningkatan kemampuan anggotanya dalam bidang petualangan. Bertempat di Tebing Citatah Jawa Barat, peserta Gladian pertama dominan anggota-anggota Wanadri sendiri, namun dari Jawa Timur diundang khusus 2 (dua) perhimpunan yaitu, TMS-7 Malang dan Kapuronto Fakultas Hukum UNAIR Surabaya. Melalui forum inilah Gladian berikutnya dikonsep menjadi ajang nasional, dan TMS-7 siap menjadi penyelenggaranya di Malang. Penyelenggaraannya diputuskan satu tahun terhitung tanggal penyelenggaraan Gladian I di Citatah, berarti paling lambat Februari 1971. Maka segeralah dibentuk Panitia Lokal di Malang yang diberi nama Badan Kontak Pencinta Alam Malang yang menurut usulan Kol. (inf) Soewandi (Komandan KODIM Malang) sebaiknya melibatkan organisasi sejenis yang pada saat itu sudah ada di Malang, a.l IPKA-Indrakila (1955), Young Pioneers (1969), Adventurer & Mountain Climbers (1969), dan TMS-7 sendiri. Namun di kemudian hari IPKA-Indrakila menyerahkan sepenuhnya penyelenggaraan kepada organisasi-organisasi yang lebih muda tersebut (pasrah bongkokan), dan Young Pioneers mengundurkan diri dan tak bersedia mengikuti Gladian Nasional ke-II tersebut. Akhirnya setelah tiba saatnya, penyelenggaraan Gladian Nasional II yang dipusatkan di wilayah Batu-Malang berjalan dengan sukses dan dihadiri banyak perhimpunan pendaki gunung a.l. Wanadri Bandung (Mas Is, Rony Kebo, Saryanto Sarbini, Mas Pendi), Extemasz Bandung (Djoni Djanaka), bahkan Rinjani Arga Club dari Mataram dan Pencinta Alam SMA 1 Denpasar juga hadir. Pada Gladian ini telah dirumuskan konsep Kode Etik Pencinta Alam, yang pada akhirnya disempurnakan pada Gladian ke-IV di Ujung Pandang. [TMS-7—Mitra Kelana.24 Agt 2007]. Pada bulan Desember 1972, kembali diadakan Gladian Nasional ke-III. Kali ini diadakan oleh Badan Koordinasi Pencinta Alam dan Penjelajah Alam se-Jakarta, bertempat di Pantai Carita, Labuhan, Jawa Barat.


Gladian Nasional ke-IV.

Pada kesempatan Gladian Nasional ke-III di Pantai Carita, Azis Longgari dengan beberapa teman dari Mountain Climber Association – Libra Double Cross Makassar mempersiapkan diri untuk hadir. Namun di dalam perjalanan, tidak diketahui apakah sebelum atau setelah mengikuti Gladian tersebut, Azis Longgari tewas akibat jatuh dari atap kereta di dekat Cirebon Jawa Barat dalam usahanya mengikuti Gladian tersebut. Duka cita yang mendalam bagi dunia pencinta alam di Makassar, apalagi Gladian berikutnya akan dilaksanakan di Ujung Pandang pada akhir 1973. Azis Longgari dikenal sebagai pioneer pendakian gunung di Makassar bahkan Sulawesi Selatan. Beliau bahkan sudah menaklukkan Gn Kinabalu (14000 kaki) di Malaysia Timur, bahkan konon yang pertama dari Indonesia [Tempo Online.17 Feb.1973, juga diskusi via internet dengan Rahmat Zainuddin, pendiri Kalpataru Smansa].

Penyelenggaraan Gladian Nasional ke-IV di Ujung Pandang yang seharusnya pada akhir 1973, molor sampai Januari 1974. Pelaksanaannya bertempat di Pulau Khayangan dan Tana Toraja, dan dihadiri oleh 44 perhimpunan pendaki gunung seluruh Indonesia. Hal ini pula yang mengakibatkan jadwal Gladian setelahnya sering molor. Pada Gladian ke-IV ini, Kode Etik Pencinta Alam yang sempat dirumuskan di Gladian Nasional ke-II di Batu Malang, disempurnakan dengan teks sebagai berikut :

CODE ETIK PENTJINTA ALAM INDONESIA

“ PENTJINTA ALAM INDONESIA SEDAR BAHWA ALAM BESERTA ISINJA ADALAH TJIPTAAN TUHAN JANG MAHAESA “

“PENTJINTA ALAM INDONESIA SEBAGAI BAHAGIAN DARI MASJARAKAT INDONESIA SEDAR AKAN TANGGUNG DJAWAB KAMI KEPADA TUHAN, BANGSA DAN TANAH AIR ”

” PENTJINTA ALAM INDONESIA SEDAR BAHWA PENTJINTA ALAM ADALAH SEBAHAGIAN DARI MACHLUK JANG MENTJINTAI ALAM SEBAGAI ANUGRAH TUHAN JANG MAHA ESA “

Sesuai dengan hakikat di atas kami dengan kesedaran menjatakan :

1. Mengabdi kepada Tuhan Jang Maha Esa.

2. Memelihara alam beserta isinja serta menggunakan sumber alam sesuai dengan kebutuhannja.

3. Mengabdi kepada Bangsa dan Tanah Air.

4. Menghormati tata kehidupan jang berlaku pada masjarakat sekitar serta menghargai manusia dan kerabatnja.

5. Berusaha mempererat tali persaudaraan antara pentjinta alam sesuai dengan azas pentjinta alam.

6. Berusaha saling membantu serta menghargai dalam pelaksanaan pengabdian terhadap Tuhan, Bangsa dan Tanah air.

7. Selesai.

Disjahkan bersama dalam

GLADIAN IV – 1974

Di Oejoeng Pandang


Bunga Rampai Pencinta Alam Ujung Pandang.

Era 80-an club-club pendaki banyak bubar, namun beberapa masih berusaha untuk bertahan. Pada 15-19 Mei 1980 di Leang-Leang Maros diadakan Jambore Variasi – Remaja Pencinta Alam & Pendaki Gunung se-Indonesia. Sempat diketahui bahwa Libra Double Cross terlibat sebagai panitia local, melalui Piagam Penghargaan atas nama Deddy a.k.a Nurdin Macca (L.039), yang ditanda tangani oleh Syariefuddin Makaritutu (Ketua Panitia) dan Yudhistira Alexander (Sekertaris). Hal ini membuktikan eksistensi LDC masih ada sampai tahun tersebut.

Pada era ini pula, dibentuk Himpunan Pencinta Alam (HIPALA) Sul-Sel, yang menghimpun seluruh organisasi yang ada di Makassar dan sekitarnya. HIPALA dipimpin oleh alm. Andi Baso Amri (anggota Paspampres). Kegiatan besar yang mereka lakukan pada saat itu adalah Bawakaraeng Trail (pendakian massal ke Bawakaraeng), dan kegiatan ini bertahan sampai Bawakaraeng Trail IV. Di basecamp pendaki Kampung Beru pada saat itu, ada plang HIPALA Sul-Sel yang bertuliskan “Medan Bawakaraeng Trail Milik HIPALA Sul-Sel, Selamat Mendaki, Tabah Sampai Akhir dalam Keyakinan” dan yang satunya bertuliskan “Puncak Gunung Bawakaraeng Milik HIPALA Sul-Sel/Pencinta Alam Indonesia”. Menurut Chaidir Manan (Bang Herman) anggota LDC paling terakhir [pada saat diskusi lepas di Aksi Bersih Pantai FPL Makassar, Januari 2010], pembentukan HIPALA merupakan bentuk control pemerintah terhadap pencinta alam, karena potensi besarnya untuk melakukan pergerakan massif kontra Orde Baru. Terlepas dari itu, bahwa HIPALA Sul-Sel telah turut mewarnai perjalanan aktifitas pencinta alam di Makassar.

Pada masa yang hampir bersamaan, muncul 2 (dua) kelompok pencinta alam yaitu Kharisma Nolsatu Bawakaraeng (di kemudian hari berganti nama menjadi Kharisma Indonesia – Serikat Cinta Alam/KISCA), yang digawangi oleh Guntur Saputra, Umar Arsal, Asmin Amin, Kamran dll., dan Ikatan Pencinta Lingkungan Hidup – Mattoanging (IPLH-Mattoanging), yang dibesut oleh Maladi, Maxi, Angky, Amir dll. Kharisma lahir di SMA 1 Makassar (SMANSA), karena seluruh pendirinya adalah siswa SMANSA. Namun pada saat banyak anggotanya telah lulus pada tahun 1982, maka Kharisma dibawa keluar dari SMANSA oleh anggotanya dan bersekertariat di Jln. Bontolempangan (kediaman Guntur). Berbagai prestasi mereka torehkan pada zamannya. IPLH sering juara lomba kebut gunung, sedangkan Kharisma lewat anggotanya Kamran, menjadi pelopor Rock Climbing di Makassar. Kharisma juga patut diacung jempol atas penemuan beberapa gua di Maros dan Lembah Kharisma di jalur perlintasan Gn Lompobattang-Gn Bawakaraeng. Kedua organisasi tersebut turut membidani lahirnya beberapa Mapala dan KPA (termasuk Mapala UMI pada tahun 1981, sebagai Mapala tertua di Makassar) [diskusi via internet dengan Rahmat Zainuddin, pendiri Kalpataru]. Era berikutnya lahir Chipipa’X (Cinta Hidup Ikrar Pemuda Indonesia Pencinta Alam “Sepuluh Oktober”) didirikan oleh Andi Idham, Andi Ilham dll, yang juga merupakan barometer pencinta alam pada zamannya.

Pada 10 Oktober 1982, sekelompok siswa SMANSA mendaki puncak Bawakaraeng. Mereka bertujuan mendirikan organisasi pencinta alam bagi siswa-siswi SMANSA, karena wadah sebelumnya sudah tidak ada lagi (Kharisma sudah dibawa keluar). Kemudian lahirlah KPA Kalpataru SMANSA Ujung Pandang sebagai bond Siswa Pencinta Alam tertua di Makassar. Pendirinya a.l. Rahmat Zainuddin, Yusran Palengkey, Adhe Syumaatmadja, Nanang Achsan, Nuralam Parjono, Fachruddin, Aditya, Eko, Asrul Yani, Yani Abidin, Syamsuddin, Adam Andi Oemar, Jefry dll.


SEJARAH SINGKAT TENTANG PECINTA ALAM INDONESIA

Kalau kita putar mesin waktu kita, sebenarnya "orang orang PA" itu sudah ada sebelum Indonesia merdeka. Tahun 1912, di Nusantara sudah ada yang namanya DE NEDERLANDSH INDISCHE VEREENIGING TOT NATUUR RESCHERMING kita memang tidak tahu apa artinya, tapi yang jelas ada kat...a Natuur-nya tuh (hehehe!!!!). Hingga pada tahun 1937 terbentuklah BESCHERMING AFDELING VAN'T LAND PLANTETUIN. Inilah kegiatan kepencintaalaman mulai aktif. Tapi kapankah kegiatan pencinta alam secara resmi dimulai di jaman Republik Indonesia?????? Mengapa istilah 'pencinta alam'yang dipilih???? Pertanyaan2 ini mungkin pernah terlintas di benak kita dan juga sering jadi bahan perdebatan. Untuk mencoba menjawabnya, saya ringkaskan artikel dari alm. Norman Edwin berjudul "Awibowo - Biang Pencinta Alam Indonesia" (Mutiara, 20 Juni-3 Juli 1984). Awibowo adalah pendiri satu perkumpulan pencinta alam pertama di tanah air. Nama perkumpulannya yaitu "PERKOEMPOELAN PENTJINTA ALAM"(PPA). Berdiri 18 Oktober 1953. "Selesai revolusi kami ingin mengisi kemerdekaan dengan kecintaan terhadap negeri ini. Itu kami wujudkan dengan mencintai alamnya,"kata Awibowo yang saat wawancara sudah berusia hampir 80 tahun. Saat pendirian, Awi baru selesai pendidikannya di Universitas Indonesia di Bogor (sekarang IPB). Diskusi ramai digelar bersama teman2nya, ada yang mengusulkan 'penggemar alam, pesuka alam'dsb. Tapi Awi mengusulkan istilah pencinta alam karena cinta lebih dalam maknanya daripada gemar/suka. Gemar/suka mengandung makna eksploitasi belaka, tapi cinta mengandung makna mengabdi. "Bukankah kita dituntut untuk mengabdi kepada negeri ini?"kata dia. Istilah pencinta alam akhirnya dipakai. Tapi bagaimana reaksi masyarakat saat itu. Ternyata orang2 masih merasa aneh karena saat itu istilah cinta masih dikaitkan selalu dengan asmara. Tapi Awibowo dkk terus bergerak. Tujuan mereka adalah memperluas serta mempertinggi rasa cinta terhadap alam seisinya dalam kalangan anggauta2nya dan masyarakat umumnya. Satu kegiatan besar yg pernah diadakan PPA adalah pameran tahun 1954 dalam rangka ulang tahun kota Jogja. Mereka membuat taman dan memamerkan foto kegiatan. Mereka juga sempat merenovasi "argadhumilah" /tempat melihat pemandangan di Desa Patuk, tepat di jalan masuk Kabupaten Gunung Kidul. PPA sempat meluas hingga anggota datang dari Jogja dan kota lain. Mereka juga sempat menerbitkan majalah "Pentjinta Alam"yang terbit bulanan. Sayang perkumpulan ini tak berumur panjang. Penyebabnya antara lain faktor pergolakan politik dan suasana yang belum terlalu mendukung sehingga akhirnya PPA bubar di akhir tahun 1950. WANADRI (PERHIMPUNAN PENEMPUH RIMBA DAN PENDAKI GUNUNG), merupakan salah satu organisasi tertua yang bergerak dalam kegiatan alam bebas. Wanadri mempunyai sekretariat di kota Bandung. Wanadri berdiri tahun 1964, tahun yang sama dengan tahun lahirnya MAPALA SASTRA UI. Gagasan untuk mendirikan Perhimpunan Penempuh Rimba dan Pendaki Gunung Wanadri dicetuskan oleh sekelompok pemuda yang sebagian besar adalah bekas pandu pada bulan Januari 1964. Perhimpunan ini kemudian diresmikan pada tanggal 16 Mei 1964. Wanadri terdiri dari sekelompok orang yang mencintai kehidupan di alam bebas. Wanadri lebih jauh lagi merupakan masyarakat tersendiri, yang memiliki aturan dan norma baik tertulis maupun tidak, namun semua itu berlaku dan dihormati. Nama Wanadri berasal dari bahasa Sansekerta. "Wana" berarti hutan dan "adri" itu gunung. Wanadri berarti gunung di tengah-tengah hutan. Visinya berdasar AD/ART adalah menjadi organisasi pendidikan untuk mendidik manusia, khususnya anggotanya untuk mempunyai nilai-nilai yang terkandung dalam hakekat dan janji Wanadri. Tujuan Wanadri adalah membentuk manusia yang mandiri, ulet, tabah. Mendidik anggotanya menjadi manusia Pancasilais sejati, percaya pada kekuatan sendiri. Di Fakultas Sastra UI, sebelum berdirinya Mapala UI, sudah terdapat kelompok – kelompok mahasiswa yang gemar bertualang di alam bebas. Mereka yang terdiri dari mahasiswa Arkeologi dan Antropologi yang banyak turun ke lapangan serta mereka yang pernah tergabung dalam organisasi kepanduan. Sayangnya kelompok – kelompok ini tidak terkoordinir dengan baik dalam satu wadah dan mereka juga tidak pernah membuka diri dengan peminat – peminat baru di luar jurusannya. Adalah seorang Soe Hok Gie yang mencetuskan ide pembentukan suatu organisasi yang dapat menjadi wadah untuk mengkoordinir kelompok – kelompok tadi, berikut kegiatan mereka di alam bebas. Gagasan ini mula – mula dikemukakan Soe Hok Gie pada suatu sore, 8 Nopember 1964, ketika mahasiswa FSUI sedang beristirahat setelah mengadakan kerjabakti di TMP Kalibata. Sebenarnya gagasan ini, seperti yang dikemukakan Sdr. Soe sendiri, diilhami oleh organisasi pencinta alam yang didirikan oleh beberapa orang mahasiswa FSUI pada tanggal 19 Agustus 1964 di Puncak gunung Pangrango. Organisasi yang bernama IKATAN PENCINTA ALAM MANDALAWANGI itu keanggotaannya tidak terbatas di kalangan mahasiswa saja. Semua yang berminat dapat menjadi anggota setelah melalui seleksi yang ketat. Sayangnya organisasi ini mati pada usianya yang kedua. Adapun organisasi yang diidamkan Sdr. Soe itu merupakan organisasi yang dapat menampung segala kegiatan di alam bebas, dan ini dikhususkan bagi mahasiswa FSUI saja. Kegiatan ini terutama pada masa liburan. Bedanya dengan kelompok yang ada, gagasan ini terutama ditekankan pada perlunya memberikan kesempatan pada mereka yang sebelumnya pernah keluyuran , untuk melihat dari dekat tanah airnya. Namun pada akhirnya usaha ini gagal karena ada kesalahan teknis pada saat akan diadakan pendeklarasian di Cibeureum pada November 1964. Meskipun usaha pertama gagal, para perintis ini tidak menyerah. Sementara mematangkan ide, mereka bertukar pikiran dengan Pembantu Dekan III bidang Mahalum, yaitu Drs. Bambang Soemadio dan Drs. Moendardjito yang ternyata menaruh minat terhadap organisasi tersebut dan menyarankan agar mengubah nama IMPALA menjadi MAPALA PRAJNAPARAMITA. Alasannya nama IMPALA terlalu borjuis. Dan pada waktu itu segala yang borjuis, habis diganyang. Nama ini diberikan oleh Bpk Moendardjito. MAPALA merupakan singkatan dari MAHASISWA PENCINTA ALAM. Dan "Prajnaparamita" berarti dewi pengetahuan. Selain itu Mapala juga berarti berbuah atau berhasil. Jadi dengan menggunakan nama ini diharapkan segala sesuatu yang dilaksanakan oleh anggotanya akan selalu berhasil berkat lindungan dewi pengetahuan. Dewi Prajnaparamita juga menjadi lambang dari senat FSUI saat itu. Lambang yang digunakan adalah gambar dua telapak kaki dengan tulisan MAPALA PRAJNAPARAMITA dibawahnya. Telapak kaki kiri terletak lebih kedepan dari telapak kaki kanan. Hal ini melambangkan kehadiran di alam bebas dalam bentuk penjelajahan dan sebagainya. Selain itu lambang telapak kaki ini juga diilhami penggunaan tapak kaki oleh raaja Purnawarman dalam prasasti – prasastinya yang dapat diartikan lambang kebesaran. Dibawah tulisan MAPALA PRAJNAPARAMITA ditambah tulisan FSUI yang menunjukkan tempat bernaungnya organisasi ini. Pada tanggal 11 Desember pukul 06.30 semua peserta yang mencapai lebih dari 30 orang berkumpul di lapangan Banteng dan berangkat. Pada pukul 11.00, mulailah rombongan mendaki lereng – lereng terjal dari bukit kapur Ciampea. Hari yang panas waktu itu membuat beberapa peserta ”anak mami” kelelahan dan merepotkan panitia. Jam 14.30 peserta tiba di bukit. Tenda segera didirikan. Pada malam hari angin bertiup sangat kencang dan hujan lebat. Tenda banyak yang roboh, sehingga peserta banyak yang berteduh di gubuk yang kebetulan ada disitu. Hampir saja peresmian Mapala dibatalkan karena sampai dengan jam 20.00 hujan masih lebat. Namun akhirnya pada pukul 21.00 hujan berhenti dan bulan bersinar terang. Semua peserta yang basah kuyup dikumpulkan untuk mengadakan rapat pembentukan MAPALA yang dipimpin Sdr. Soe. Ketika rapat sedang berjalan, tiba – tiba datang tamu dari Jakarta yaitu Bpk Soemadio, Bpk soemadjito dan Mang Jugo Sarijun yang sengaja datang untuk menyaksikan upacara peresmian MAPALA. Sdr Maulana terpilih sebagai ketua pertama dan formatur tunggal. Sampai dengan tahun pertama, Mapala telah memiliki 12 orang anggota yaitu AS Udin, Rahaju, Surtiarti, Ratnaesih, Endang Puspita, Mayangsari, Soe Hok Gie, Judi Hidajat, Edhi Wuryantoro, Koy Gandasuteja, Wahjono, dan Abdurrahman. Sampai tahun 1970-an, di beberapa fakultas di UI terdapat beberapa organisasi pencinta alam antara lain : Ikatan Mahasiswa Pencinta alam (IMPALA) di Psikologi, Climbing And Tracking Club (CATAC) di Ekonomi, Yellow Xappa Student Family (Yexastufa) di Teknik, Climbing And Tacking (CAT) di Kedokteran dll. Setelah berjalan beberapa waktu di akultasnya masing–masing, organisasi–organisasi ini merasakan dan menyadari bahwa Mapala UI yang telah terbentuk dan disetujui oleh Rektor UI (Prof. DR. Sumantri Brojonegoro (Alm.)) dan Dewan Perwakilan Mahasiswa adalah milik seluruh mahasiswa UI. Oleh karena itu organisasi–organisasi tersebut setuju untuk bersatu dalam satu wadah yaitu MAPALA UI. Kemudian pada tahun 1970, WANADRI memprakarsai Gladian Nasional yang merupakan pertemuan akbar pecinta alam se Indonesia. Menurut bahasa berasal dari “gladi” (bahasa Jawa) yang mempunyai arti “latihan” sehingga Gladian Nasional bisa diartikan sebagai “ajang latihan” bagi para pecinta alam guna meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan dalam bidang kepecintaalaman dan kegiatan alam bebas. Gladian Nasional juga berperan sebagai wahana silaturahmi dan berbagi pengetahuan antar perkumpulan pecinta alam se Indonesia. Pada awalnya kegiatan ini diadakan oleh WANADRI sebagai ajang latihan bagi anggotanya untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam gladian ini antara lain mountaineering, pengenalan SAR, acara kekeluargaan, serta tukar menukar informasi dan pengalaman. Selain anggota WANADRI dalam kegiatan ini diundang pula beberapa perhimpunan- perhimpunan pencinta alam dan pendaki gunung yang ada di Jawa. Dalam acara gladian yang kemudian dikenal sebagai Gladian Nasional I ini hadir 109 orang dari 18 perhimpunan. Pada kesempatan itu pula akhirnya disepakati bersama untuk menyelenggarakan gladian-gladian selanjutnya sebagai media pertemuan dan latihan pencinta alam dan pendaki gunung di Indonesia. Salah satu Gladian Nasional yang fenomenal adalah Gladian Nasional IV yang berlangsung di Sulawesi Selatan di mana dalam gladian ini berhasil disepakati KODE ETIK PENCINTA ALAM INDONESIA yang masih dipergunakan oleh berbagai perkumpulan pecinta alam di Indonesia hingga sekarang. Meskipun tidak rutin dilaksanakan dalam rentang waktu tertentu namun Gladian Nasional telah berhasil dilaksanakan beberapa kali. Berikut adalah daftar pelaksanaan Gladian Nasional: * Gladian Nasional I diselenggarakan oleh WANADRI pada tanggal 25 – 29 Februari 1970 di tebing Citatah Jawa Barat. * Gladian Nasional II diselenggarakan pada tahun 1971 di Malang Jawa Timur yang diselenggarakan oleh TMS 7 Malang. * Gladian Nasional III diselenggarakan di Pantai Carita, Labuhan, Jawa Barat pada bulan Desember 1972. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Badan Koordinasi Pencinta alam dan Penjelajah Alam se-Jakarta. * Gladian Nasional IV diselenggarakan di P. Lae-Lae dan Tana Toraja Sulawesi Selatan pada bulan Januari 1974. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Badan Kerja sama Club Antarmaja Pencinta Alam se-UjungPandang. Dalam gladian IV yang dihadiri oleh 44 perhimpunan organisasi pecinta alam ini berhasil menyepakati Kode Etik Pecinta Alam Indonesia yang masih dipergunakan hingga sekarang. * Gladian Nasional V diselenggarakan di Jawa Barat pada bulan Mei 1978. Gladian ini semula direncanakan dilaksanakan pada tahun 1974 namun baru bisa berhasil diselenggarakan pada tahun 1978 oleh WANADRI bekerja sama dengan berbagai perhimpunan organisasi Pecinta Alam (dan sejenisnya) se Jawa Barat. * Gladian Nasional VII diselenggarakan di Kalimantan Tengah. * Gladian Nasional IX dilaksanakan di Lampung pada bulan Januari 1989. * Gladian Nasional X diselenggarakan di Jawa Barat pada tanggal 5–10 September 1994. * Gladian Nasional XI dilaksanakan di Yogyakarta pada tanggal 4–11 Agustus 1996. * Gladian Nasional XII dilaksanakan di Jawa Timur dari tanggal 28 Mei- 5 Juni 2001. * Gladian Nasional XIII direncanakan dilaksanakan pada tanggal 7-17 Agustus 2009 di Mataram Nusa Tenggara Barat. Sedangkan divisi pemanjatan tebing mencatat pada tahun 1977, Skygers Amateur Rock Climbing Group didirikan di Bandung oleh Harry Suliztiaito, Agus Resmonohadi, Heri Hermanu, Deddy Hikmat. Inilah awal tersebarnya kegiatan panjat tebing di Indonesia (dari berbagai Sumber)

Hubungan Ilmu dan Amal



bismihrrahmanirrahmani rrohim.....
               Dalam sebuah ayat al-Quran dikatakan, “Dan janganlah engkau turut apa-apa yang engkau tidak ada ilmu padanya, sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan ditanya,” (QS. Al-Isra:36). Ayat al-Quran tersebut menjelaskan bahwa ilmu merupakan dasar dari segala tindakan manusia. Karena tanpa ilmu segala tindakan manusia menjadi tidak terarah, tidak benar dan tidak bertujuan. 
   Kata ilmu berasal dari kata kerja ‘alima, yang berarti memperoleh hakikat ilmu, mengetahui, dan yakin. Ilmu, yang dalam bentuk jamaknya adalah ‘ulum, artinya ialah memahami sesuatu dengan hakikatnya, dan itu berarti keyakinan dan pengetahuan. Jadi ilmu merupakan aspek teoritis dari pengetahuan. Dengan pengetahuan inilah manusia melakukan perbuatan amalnya. Jika manusia mempunyai ilmu tapi miskin amalnya maka ilmu tersebut menjadi sia-sia.
   Dalam beberapa riwayat  di jelaskan tentang hubungan ilmu dan amal itu. Imam Ali as berkata, “Ilmu adalah pemimpin amal, dan amal adalah pengikutnya.” Demikian juga dengan perkataan Rasulullah saw  , “Barangsiapa beramal tanpa ilmu maka apa yang dirusaknya jauh lebih banyak dibandingkan yang diperbaikinya.” Pada riwayat lain dijelaskan Imam Ali as berkata, “Ilmu diiringi dengan perbuatan. Barangsiapa berilmu maka dia harus berbuat. Ilmu memanggil perbuatan. Jika dia menjawabnya maka ilmu tetap bersamanya, namun jika tidak maka ilmu pergi darinya.”
   Dari riwayat di atas maka jika orang itu berilmu maka ia harus diiringi dengan amal. Amal ini akan mempunyai nilai jika dilandasi dengan ilmu, begitu juga dengan ilmu akan mempunyai nilai atau makna jika diiringi dengan amal. Keduanya tidak dapat dipisahkan dalam perilaku manusia. Sebuah perpaduan yang saling melengkapi dalam kehidupan manusia, yaitu setelah berilmu lalu beramal.
Pengertian amal dalam pandangan Islam adalah setiap amal saleh, atau setiap perbuatan kebajikan yang diridhai oleh Allah SWT. Dengan demikian, amal dalam Islam tidak hanya terbatas pada ibadah, sebagaimana ilmu dalam Islam tidak hanya terbatas pada ilmu fikih dan hukum-hukum agama. Ilmu dalam dalam ini mencakup semua yang bermanfaat bagi manusia seperti meliputi ilmu agama, ilmu alam, ilmu sosial dan lain-lain. Ilmu-ilmu ini jika dikembangkan dengan benar dan baik maka memberikan dampak yang positif bagi peradaban manusia. Misalnya pengembangan sains akan memberikan kemudahan dalam lapangan praktis manusia. Demikian juga pengembangan ilmu-ilmu sosial akan memberikan solusi untuk pemecahan masalah-masalah di masyarakat.
   Jadi, mengiringi ilmu dengan amal merupakan keharusan.  Dalam pandangan   Khalil al-Musawi dalam buku Bagaimana Menjadi Orang Bijaksana, hubungan ilmu dengan amal dapat difokuskan pada dua hal : Pertama, ilmu adalah pemimpin dan pembimbing amal perbuatan. Amal bisa lurus dan berkembang bila didasari ilmu. Berbuat tanpa didasari pengetahuan tidak ubahnya dengan berjalan bukan di jalan yang benar, tidak mendekatkan kepada tujuan melainkan menjauhkan.  Dalam semua aspek kegiatan manusia harus disertai dengan ilmu, baik itu yang berupa  amal ibadah maupun amal perbuatan lainnya.
Dalam ibadah harus disertai dengan ilmu. Jika ada orang yang melakukan ibadah tanpa didasari ilmu tidak ubahnya dengan orang yang mendirikan bangunan di tengah malam dan kemudian menghancurkannya di siang hari. Begitu juga, hal ini pun berlaku pada amal perbuatan yang lain, dalam berbagai bidang. Memimpin sebuah negara, misalnya, harus dengan ilmu. Negara yang dipimpin oleh orang bodoh akan dilanda kekacauan dan kehancuran.
Sedangkan kedua, sesungguhnya ilmu dan amal saling beriringan. Barangsiapa berilmu maka dia harus berbuat, baik itu ilmu yang berhubungan dengan masalah ibadah maupun ilmu-ilmu yang lain. Tidak ada faedahnya ilmu yang tidak diamalkan. Amal merupakan buah dari ilmu, jika ada orang yang mempunyai ilmu tapi tidak beramal maka seperti pohon yang tidak menghasilkan manfaat bagi penanamnya.
Begitu pula, tidak ada manfaatnya ilmu fikih yang dimiliki seorang fakih jika dia tidak mengubahnya menjadi perbuatan. Begitu juga, tidak ada faedahnya teori-teori atau penemuan-penemuan yang ditemukan seorang ilmuwan jika tidak diubah menjadi perbuatan nyata. Karena wujud dari pengetahuan itu adalah amal dan karya nyatanya.
   Ilmu tanpa diiringi dengan amal maka hanya berupa konsep-konsep saja.  Ilmu yang tidak dilanjutkan dengan perbuatan, mungkin kita dapat menyebutnya sebagai pengetahuan teoritis. Namun, apa faedahnya ilmu teoritis jika kita tidak menerjemahkannya ke dalam ilmu praktis, dan kemudian meneruskannya menjadi perbuatan yang mendatangkan hasil?
   Jika ilmu tidak diimplementasikan maka akan memberikan dampak yang negatif. Salah-satu penyakit sosial yang paling berbahaya yang melanda berbagai umat – termasuk umat Islam - adalah penyakit pemutusan ilmu-khususnya ilmu-ilmu agama –dari amal perbuatan, dan berubahnya ilmu menjadi sekumpulan teori belaka yang jauh dari kenyataan dan penerapan. Padahal, kaedah Islam menekankan bahwa ilmu senantiasa menyeru kepada amal perbuatan. Keduanya tidak ubahnya sebagai dua benda yang senantiasa bersama dan tidak terpisah satu sama lain. Jika amal memenuhi seruan ilmu maka umat menjadi baik dan berkembang. Namun jika tidak, maka ilmu akan meninggalkan amal perbuatan, dan dia akan tetap tinggal tanpa memberikan faedah apa pun. Jika demikian nilai apa yang dimiliki seorang manusia yang mempunyai segudang teori dan pengetahuan namun tidak mempraktikkannya dalam dunia nyata.
   Pertalian ilmu dengan amal tidak hanya dituntut dari para pelajar agama dan para ahli yang mendalami suatu ilmu, melainkan juga dituntut dari setiap orang, baik yang memiliki ilmu sedikit ataupun banyak. Namun, tentunya orang-orang yang berilmu memiliki tanggung jawab yang lebih besar dalam hal ini, karena mereka memiliki kemampuan yang lebih. Allah SWT berfirman di dalam surat Ash-Shaff, ayat (2-3), “Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. Sungguh besar murka Allah kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.”
Jika kita memperhatikan ayat-ayat al-Quran, niscaya kita akan menemukan bahwa al-Quran senantiasa menggandengkan ilmu dengan amal. Makna ilmu diungkapkan dalam bentuk kata iman pada banyak tempat, dengan pengertian bahwa iman adalah ilmu atau keyakinan. Di antaranya ialah :“Demi waktu Asar, sesungguhnya manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan saling menasihati dalam kebenaran dan kebajikan.” (QS. Al-‘Ashr:1-3). Dalam ayat  lain dikatakan,  “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggal.” (QS. Al-Kahfi : 107). Demikian juga dengan ayat, “Orang-orang yang beriman  dan beramal saleh, bagi mereka kebahagian dan tempat kembali yang baik.” (QS. Ar-Ra’d :29)
Ayat-ayat tersebut menjelaskan tentang betapa ilmu dan amal shaleh memiliki kaitan yang erat yang tidak dapat dilepaskan satu sama lain. Karena keduanya bagai dua keping mata uang, yang saling memberi arti. Inilah yang sejalan dengan ucapan Imam Ali as, “Iman dan amal adalah dua saudara yang senantiasa beriringan dan dua sahabat yang tidak berpisah. Allah tidak akan menerima salah satu dari keduanya kecuali disertai sahabatnya.”
   Dengan perspektif keterpaduan ilmu dan amal, maka  akan memberikan perkembangan kearah perbaikan dalam kehidupan masyarakat. Masyarakat akan berlomba-lomba dalam memberikan amal shaleh satu sama lain. Imam Ali as berkata, “Jangan sampai ilmumu menjadi kebodohan dan keyakinanmu menjadi keraguan. Jika engkau berilmu maka beramalah, dan jika engkau yakin maka majulah.” Dengan ilmu yang benar, serta amal  shaleh maka masyarakat bergerak dari kebodohan menuju kepintaran, dari ketertinggalan menuju kemajuan dan dari  kehancuran menuju kebangkitan.