bismihrrahmanirrahmani rrohim.....
Dalam sebuah ayat
al-Quran dikatakan, “Dan janganlah engkau turut apa-apa yang engkau tidak ada
ilmu padanya, sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan
ditanya,” (QS. Al-Isra:36). Ayat al-Quran tersebut
menjelaskan bahwa ilmu merupakan dasar dari segala tindakan manusia. Karena
tanpa ilmu segala tindakan manusia menjadi tidak terarah, tidak benar dan tidak
bertujuan.
Kata
ilmu berasal dari kata kerja ‘alima, yang berarti memperoleh hakikat ilmu,
mengetahui, dan yakin. Ilmu, yang dalam bentuk jamaknya adalah ‘ulum, artinya
ialah memahami sesuatu dengan hakikatnya, dan itu berarti keyakinan dan
pengetahuan. Jadi ilmu merupakan aspek teoritis dari pengetahuan. Dengan
pengetahuan inilah manusia melakukan perbuatan amalnya. Jika manusia mempunyai
ilmu tapi miskin amalnya maka ilmu tersebut menjadi sia-sia.
Dalam
beberapa riwayat di jelaskan tentang
hubungan ilmu dan amal itu. Imam Ali as berkata, “Ilmu adalah pemimpin amal,
dan amal adalah pengikutnya.” Demikian juga dengan perkataan Rasulullah
saw , “Barangsiapa beramal tanpa ilmu
maka apa yang dirusaknya jauh lebih banyak dibandingkan yang diperbaikinya.”
Pada riwayat lain dijelaskan Imam Ali as berkata, “Ilmu diiringi dengan
perbuatan. Barangsiapa berilmu maka dia harus berbuat. Ilmu memanggil
perbuatan. Jika dia menjawabnya maka ilmu tetap bersamanya, namun jika tidak
maka ilmu pergi darinya.”
Dari
riwayat di atas maka jika orang itu berilmu maka ia harus diiringi dengan amal.
Amal ini akan mempunyai nilai jika dilandasi dengan ilmu, begitu juga dengan
ilmu akan mempunyai nilai atau makna jika diiringi dengan amal. Keduanya tidak
dapat dipisahkan dalam perilaku manusia. Sebuah perpaduan yang saling
melengkapi dalam kehidupan manusia, yaitu setelah berilmu lalu beramal.
Pengertian amal dalam pandangan Islam adalah
setiap amal saleh, atau setiap perbuatan kebajikan yang diridhai oleh Allah
SWT. Dengan demikian, amal dalam Islam tidak hanya terbatas pada ibadah,
sebagaimana ilmu dalam Islam tidak hanya terbatas pada ilmu fikih dan
hukum-hukum agama. Ilmu dalam dalam ini mencakup semua yang bermanfaat bagi
manusia seperti meliputi ilmu agama, ilmu alam, ilmu sosial dan lain-lain.
Ilmu-ilmu ini jika dikembangkan dengan benar dan baik maka memberikan dampak
yang positif bagi peradaban manusia. Misalnya pengembangan sains akan
memberikan kemudahan dalam lapangan praktis manusia. Demikian juga pengembangan
ilmu-ilmu sosial akan memberikan solusi untuk pemecahan masalah-masalah di
masyarakat.
Jadi,
mengiringi ilmu dengan amal merupakan keharusan. Dalam pandangan Khalil al-Musawi dalam buku Bagaimana
Menjadi Orang Bijaksana, hubungan ilmu dengan amal dapat difokuskan pada
dua hal : Pertama, ilmu adalah pemimpin dan pembimbing amal perbuatan. Amal
bisa lurus dan berkembang bila didasari ilmu. Berbuat tanpa didasari
pengetahuan tidak ubahnya dengan berjalan bukan di jalan yang benar, tidak
mendekatkan kepada tujuan melainkan menjauhkan.
Dalam semua aspek kegiatan manusia harus disertai dengan ilmu, baik itu
yang berupa amal ibadah maupun amal
perbuatan lainnya.
Dalam ibadah harus disertai dengan ilmu. Jika
ada orang yang melakukan ibadah tanpa didasari ilmu tidak ubahnya dengan orang
yang mendirikan bangunan di tengah malam dan kemudian menghancurkannya di siang
hari. Begitu juga, hal ini pun berlaku pada amal perbuatan yang lain, dalam
berbagai bidang. Memimpin sebuah negara, misalnya, harus dengan ilmu. Negara
yang dipimpin oleh orang bodoh akan dilanda kekacauan dan kehancuran.
Sedangkan kedua, sesungguhnya ilmu dan amal
saling beriringan. Barangsiapa berilmu maka dia harus berbuat, baik itu ilmu
yang berhubungan dengan masalah ibadah maupun ilmu-ilmu yang lain. Tidak ada
faedahnya ilmu yang tidak diamalkan. Amal merupakan buah dari ilmu, jika ada
orang yang mempunyai ilmu tapi tidak beramal maka seperti pohon yang tidak
menghasilkan manfaat bagi penanamnya.
Begitu pula, tidak ada manfaatnya ilmu fikih
yang dimiliki seorang fakih jika dia tidak mengubahnya menjadi perbuatan.
Begitu juga, tidak ada faedahnya teori-teori atau penemuan-penemuan yang
ditemukan seorang ilmuwan jika tidak diubah menjadi perbuatan nyata. Karena
wujud dari pengetahuan itu adalah amal dan karya nyatanya.
Ilmu
tanpa diiringi dengan amal maka hanya berupa konsep-konsep saja. Ilmu yang tidak dilanjutkan dengan perbuatan,
mungkin kita dapat menyebutnya sebagai pengetahuan teoritis. Namun, apa
faedahnya ilmu teoritis jika kita tidak menerjemahkannya ke dalam ilmu praktis,
dan kemudian meneruskannya menjadi perbuatan yang mendatangkan hasil?
Jika
ilmu tidak diimplementasikan maka akan memberikan dampak yang negatif.
Salah-satu penyakit sosial yang paling berbahaya yang melanda berbagai umat –
termasuk umat Islam - adalah penyakit pemutusan ilmu-khususnya ilmu-ilmu agama
–dari amal perbuatan, dan berubahnya ilmu menjadi sekumpulan teori belaka yang
jauh dari kenyataan dan penerapan. Padahal, kaedah Islam menekankan bahwa ilmu
senantiasa menyeru kepada amal perbuatan. Keduanya tidak ubahnya sebagai dua
benda yang senantiasa bersama dan tidak terpisah satu sama lain. Jika amal
memenuhi seruan ilmu maka umat menjadi baik dan berkembang. Namun jika tidak,
maka ilmu akan meninggalkan amal perbuatan, dan dia akan tetap tinggal tanpa
memberikan faedah apa pun. Jika demikian nilai apa yang dimiliki seorang
manusia yang mempunyai segudang teori dan pengetahuan namun tidak
mempraktikkannya dalam dunia nyata.
Pertalian
ilmu dengan amal tidak hanya dituntut dari para pelajar agama dan para ahli
yang mendalami suatu ilmu, melainkan juga dituntut dari setiap orang, baik yang
memiliki ilmu sedikit ataupun banyak. Namun, tentunya orang-orang yang berilmu
memiliki tanggung jawab yang lebih besar dalam hal ini, karena mereka memiliki
kemampuan yang lebih. Allah SWT berfirman di dalam surat Ash-Shaff, ayat (2-3),
“Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa-apa yang tidak
kamu kerjakan. Sungguh besar murka Allah kamu mengatakan apa-apa yang tidak
kamu kerjakan.”
Jika kita memperhatikan ayat-ayat al-Quran,
niscaya kita akan menemukan bahwa al-Quran senantiasa menggandengkan ilmu
dengan amal. Makna ilmu diungkapkan dalam bentuk kata iman pada banyak tempat,
dengan pengertian bahwa iman adalah ilmu atau keyakinan. Di antaranya ialah :“Demi
waktu Asar, sesungguhnya manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang
yang beriman dan beramal saleh, dan saling menasihati dalam kebenaran dan
kebajikan.” (QS. Al-‘Ashr:1-3). Dalam ayat
lain dikatakan, “Sesungguhnya
orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah surga Firdaus
menjadi tempat tinggal.” (QS. Al-Kahfi : 107). Demikian juga dengan ayat, “Orang-orang
yang beriman dan beramal saleh, bagi
mereka kebahagian dan tempat kembali yang baik.” (QS. Ar-Ra’d :29)
Ayat-ayat tersebut menjelaskan tentang betapa
ilmu dan amal shaleh memiliki kaitan yang erat yang tidak dapat dilepaskan satu
sama lain. Karena keduanya bagai dua keping mata uang, yang saling memberi
arti. Inilah yang sejalan dengan ucapan Imam Ali as, “Iman dan amal adalah dua
saudara yang senantiasa beriringan dan dua sahabat yang tidak berpisah. Allah
tidak akan menerima salah satu dari keduanya kecuali disertai sahabatnya.”
Dengan
perspektif keterpaduan ilmu dan amal, maka
akan memberikan perkembangan kearah perbaikan dalam kehidupan
masyarakat. Masyarakat akan berlomba-lomba dalam memberikan amal shaleh satu
sama lain. Imam Ali as berkata, “Jangan sampai ilmumu menjadi kebodohan dan
keyakinanmu menjadi keraguan. Jika engkau berilmu maka beramalah, dan jika
engkau yakin maka majulah.” Dengan ilmu yang benar, serta amal shaleh maka masyarakat bergerak dari kebodohan
menuju kepintaran, dari ketertinggalan menuju kemajuan dan dari kehancuran menuju kebangkitan.
No comments:
Post a Comment